Mengapa harus mematikan lampu saat tidak dipakai? Toh, saya membayar listrik yang dipakai dan tidak pernah telat.
Memang sulit.
Membangkitkan kesadaran bahwa tindakan kita sehari-hari bisa mempengaruhi lingkungan. Terutama kalau imbas dari kebiasaan tersebut tidak langsung terlihat di depan mata saat dilakukan. Padahal banyak sekali efek dari apa yang kita lakukan memberikan dampak besar bagi lingkungan.
Bagaimana kalau kita gambarkan sejenak tentang mengapa mematikan lampu saat tidak terpakai adalah sebuah tindakan yang sangat bijak.
Untuk menyalakan sebuah lampu akan dibutuhkan listrik Betul tidak? Besarannya akan tergantung pada jumlah watt seperti yang tercantum pada petunjuknya. Bisa 40 watt, bisa 90 watt atau dengan lampu hemat energi, kadang cukup 20 watt untuk menghasilkan keterangan yang sama.
Pernahkah kita menyadari darimana asal listrik tersebut?
Listrik tidak datang dengan sendirinya. Ia merupakan sebuah hasil dari proses produksi di tempat yang namanya pembangkit listrik. Barulah setelah dihasilkan, listrik dialirkan dengan melewati jaringan listrik ke rumah-rumah atau tempat yang membutuhkan, membelinya.
Nah, pembangkit listrik tentunya memerlukan bahan bakar yang bisa menggerakkan turbin yang kemudian akan membangkitkan tenaga listrik.
Tahu bahan bakar yang dipergunakan
- Air untuk PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air)
- Batubara untuk PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap)
- BBM untuk PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel)
- Uranium untuk PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir)
- Angin untuk Pembangkit Lisrik Tenaga Angin (yang sayangnya belum banyak di Indonesia)
Kebanyakan pembangkit listrik di Indonesia adalah PLTA, PLTU dan PLTD.
Okelah kalau bahan bakarnya adalah “air” maka polusi yang disebabkannya akan berada pada batas ambang yang tolerable alias bisa diterima. Selain polusi yang disebabkan motor atau mobil pegawainya, PLTA termasuk yang paling minim dalam mempengaruhi lingkungan.
Yang dua lagi, PLTU dan PLTD, lah yang menjadi masalah. Keduanya dalam proses menghasilkan listrik akan membakar BBM dan batubara. Selain listrik yang dihasilkan, maka akan keluar juga hasil sampingan berupa asap sisa pembakaran.
Asap ini sudah jelas mengandung bahan-bahan berbahaya yang mempengaruhi kualitas udara, seperti karbondioksida dan karbonmonoksida. Belum ditambah serbuk-serbuk arang sisa pembakaran yang selain mengotori udara juga tanah.
PLTN pun juga menghasilkan limbah yang jelas sangat berbahaya. Limbah PLTN akan bersifat radioaktif yang bisa meracuni tanah dan kehidupan sekitarnya kalau tidak dikelola dengan benar. Saat ini Indonesia memang belum tergantung dengan PLTN sebagai penyuplai listriknya.
Ada yang dikorbankan demi memenuhi kebutuhan manusia akan listrik dan energi. Lingkungan kita harus tercemar karena manusia butuh penerangan dan keperluan hidup manusia tidak bisa dilepaskan dari penggunaan energi listrik.
Hal itu tidak bisa dihindari.
Hanya, akan menjadi pengorbanan lingkungan yang sia-sia apabila listrik yang dihasilkan, dan menimbulkan dampak bagi lingkungan, terbuang percuma. Walau Anda membayar rekening listrik, tetapi ada pengorbanan lain yang tidak terlihat secara langsung, berupa penurunan kualitas udara, tanah dan kerusakan lingkungan.
Oleh karena itu mematikan lampu atau televisi saat tidak dipakai memastikan kalau pengorbanan lingkungan dalam proses menghasilkan listrik tidak sia-sia.
Lagi pula, mematikan lampu saat tidak dipakai jelas merupakan tindakan bijak bagi bujet keluarga. Biaya rekening listrik bisa ditekan dan dipergunakan untuk kegiatan lain, seperti berlibur atau membeli makanan enak. Daripada terbuang percuma, tentu akan lebih menyenangkan bersantai bersama keluarga atau menikmati sesuatu yang menggoyang lidah.
Bukankah begitu, Kawan?