Bencana PLTN Chernobyl : Petaka Lingkungan Terbesar Dunia #2

PLTN Chernobyl – wikimedia commons

Ada satu alasan mengapa Pemerintah Indonesia sepertinya masih ragu dalam membangun sebuah Pembangkit Tenaga Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Hal itu adalah bahaya dan dampak yang bisa diakibatkan jika terjadi masalah dalam pengoperasiannya.

Berbeda dengan pembangkit listrik lainnya, yang kalaupun mengalami kecelakaan, dampaknya bersifat lokal dan terbatas, penggunaan tenaga nuklir berdampak lebih luas dan lebih berpotensi menimbulkan kerugian bagi manusia dan lingkungan.

Salah satu peristiwa yang kerap menjadi rujukan adalah Bencana Chernobyl yang terjadi di tahun 1986.

Chernobyl adalah nama sebuah pembangkit listrik tenaga nuklir yang berlokasi di Pripyat, Ukraina, Uni Soviet (sebelum terpecah belah).

PLTN ini mengalami masalah pada reaktor no 4 yang mengakibatkan kerusakan pada sistem pengoperasiannya dan menyebabkan sistem pengamanan tidak berfungsi dengan baik. Beberapa ledakan dan kebakaran terjadi di PLTN yang mampu menghasilkan 3200 Megawatt energi setara listrik.

Pada saat kejadian sendiri, jumlah korban sangat minimal. Hanya 2 orang yang tewas pada saat peristiwa terjadi. Meskipun demikian angka tersebut bertambah dengan cepat karena dalam beberapa hari berikutnya 29 petugas pemadam kebakaran dan pegawai meninggal karena radiasi radioaktif.

Petaka Chernobyl tidak selesai dengan cepat karena radioaktif yang tersebar akibat ledakan dan bocornya inti reaktof berimbas kemana-mana. Berbagai bukti penelitian menyebutkan bahwa sebaran radioaktif meliputi seluruh daratan Eropa dan hanya sebagian kecil saja yang tidak terkena.

Paling tidak 500.000 orang, termasuk pekerja, petugas, dan warga terkena debu radioaktif dan harus menjalani proses dekontaminasi. Lebih dari 3900 orang menyusul meninggal karena berbagai penyakit yang ditengarai merupakan hasil dari terkena kontaminsai radioaktif seperti kanker dan leukimia.

Alam sendiri mendapat dampak dari ledakan Chernobyl. Pada saat peristiwa terjadi, semua pohon pinus yang berada di radius 4 kilometer persegi dari PLTN segera menguning daunnya dan kemudian mati. Hewan-hewan, seperti kuda dan banyak lagi pada radisu 6 kilmeter juga tewas karena terpapar radioaktif.

Efek negaif pun tidak selesai sampai disitu. Penelitian mencatat bahwa lebih dari 1000 babi hutan yang tertangkap pada saat musim berburu di Jerman, ribuan kilometer dari Chernobyl, terindikasi memiliki kadar radioaktif di atas ambang batas pada tahun 2010. Begitu juga di Norwegia dimana 18.000 ternak pada tahun 2009 terpaksa harus diberi makan obat anti radiasi dan segera dipotong agar dagingnya tetap sehat untuk dimakan manusia.

Secara ekonomi pun kerusakan yang diakibatkannya juga sangat parah. Uni Soviet harus mengeluarkan 18 Milyar Rubel (mata uang Rusia dan Uni Soviet) untuk mengatasi hal-hal ini.

Angka ini belum termasuk dampak yang diakibatkannya pada usaha peternakan. Jutaan domba dari wilayah utara UK seperti Skotlandia, Wales, dan Irlandia untuk masuk wilayah Inggris untuk menghindari kontaminasi dan peraturan ini baru dicabut setelah tahun 2010. Warga Eropa juga khawatir untuk makan daging ternak karena khawatir tercemar oleh radioaktif.

Kerugian secara ekonomi dirasakan oleh banyak negara Eropa akibat bencana Chernobyl.

Dengan pengalaman sejarah seperti itu, cukup maklum sikap hati-hati pemerintah Indonesia untuk membangun PLTN di negeri ini. Meskipun sudah terbukti bahwa PLTN mampu menghasilkan listrik dalam jumlah besar, tetapi ada resiko yang luar biasa besar jika terjadi ha yang tidak diinginkan.

Salah satu penyebab bencana Chernobyl adalah kelalaian manusia yang sayangnya, banyak ditemukan dan dilakukan di negara ini.

Website | + posts