Kulkas Yang Penuh Lebih Ramah Lingkungan Daripada Yang Setengah Kosong

Kulkas Yang Penuh Lebih Ramah Lingkungan Daripada Yang Setengah Kosong

Terkadang, saya berpikir, mungkin mengapa gaya hidup ramah lingkungan masih belum bisa diterima masyarakat, terutama Indonesia, salah satunya adalah karena untuk mengerti saja perlu orang untuk berimajinasi.

Salah satu contohnya adalah sebuah hal kecil dalam kehidupan sehari-hari saja. Seorang penggiat gaya hidup hijau di negara maju, pada salah satu tulisannya di Cleanest Line, sebuah blog bertema lingkungan pernah mengatakan :

“Kulkas yang penuh lebih ramah lingkungan dibandingkan yang setengah kosong”

Lucu membacanya. Tetapi, kalau direnungkan sejenak, apa yang disampaikan dalam kalimat yang sepertinya ngawur itu, banyak kebenaran di dalamnya.

Ilustrasinya, dua buah kulkas dengan kapasitas yang sama dan memakan daya misalkan 500 watt perjamnya, yang satu terisi penuh stok bahan makanan, yang satunya hanya setengahnya saja terisi.

Kulkas pertama : 

  • daya yang dipakai dipergunakan secara maksimal karena kapasitasnya terpakai penuh
  • dengan semua bahan makanan yang ada di dalamnya, yang punya tidak perlu pergi lagi berbelanja selama (misalkan 4 hari)
  • dengan tidak berbelanja selama 4 hari, dia tidak perlu pergi berbelanja dengan motor atau mobil

Artinya selain daya terpakai maksimal, ketersediaan bahan makanan di dalamnya mencegahnya untuk menggunakan kendaraan lagi, yang artinya mencegah bertambahnya polusi.

Kulkas kedua :

  • a) daya tidak terpakai maksimal karena hanya setengahnya saja. Bisa dianggap sebenarnya yang punya hanya butuh 250 watt saja untuk mengawetkan bahan makanannya, sedangkan dengan kulkas itu ia memakai daya yang berlebihan
  • b) kapasitas penyimpanannya hanya cukup untuk 2 hari saja, yang artinya dia juga harus berbelanja lebih sering dibandingkan pemilik kulkas pertama
  • c) Otomatis, dia juga harus menggunakan kendaraan lebih sering dan hasilnya ia menghasilkan asap kendaraan bermotor lebih banyak

Pernah terpikir ke arah sana?

Pandangan ini sebenarnya sesuai sekali dengan konsep dasar dari yang namanya “ramah lingkungan” atau gaya hidup hijau, yang berinti pada “pergunakan seefisien mungkin”.

Jika memang butuhnya hanya satu, ya beli satu, kalau dua, ya dua. Tidak berlebih. Berlebih berarti ada yang tidak dipergunakan dan berarti boros. Jika memang butuhnya hanya kulkas kecil berdaya 250 watt, jangan beli yang 500 watt karena disana pemakaian listriknya menjadi percuma.

Padahal, untuk menghasilkan listrik, alam dan lingkungan berkorban banyak. Polusi dalam berbagai bentuk dihasilkan oleh pembangkit listrik, apalagi yang memakai batubara sebagai bahan bakarnya.

Yang seperti ini namanya tidak ramah lingkungan.

Konsep yang sama berlaku pada hal lain, seperti bis sebagai contohnya. Sebuah bis yang terisi 20 orang jelas kurang ramah lingkungan dibandingkan yang terisi 50 orang. Meski bahan bakar yang dipergunakan sama dan jaraknya sama, polusi bis pertama lebih besar karena ia tidak efisien. Polusi perkapitanya menjadi lebih tinggi dibandingkan bis kedua.

Coba saja hitung kalau polusi yang dikeluarkan kedua bis, misalkan 1 kilogram. Setiap penumpang bis pertama berarti menanggung polusi 50 gram/orang, sedangkan bis yang kedua hanya 20 gram saja.

Benar kan?

Memang tidak mudah untuk menerima logika seperti ini. Butuh waktu yang lumayan panjang untuk seseorang menyadari bahwa hal-hal kecil yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari memberikan pengaruh lumayan besar terhadap lingkungan di sekitar.

Butuh sedikit kemampuan berpikir dan berimajinasi untuk memahami.

Sesuatu yang rupanya masih sulit dipahami banyak orang.

Nah, bila Anda ingin berkontribusi dalam hal ramah lingkungan, ada baiknya mengecek kembali isi kulkas Anda. Apakah sudah penuh atau masih setengah kosong? Dari situ Anda bisa melihat seberapa jauh pemahaman kita terhadap arti ramah lingkungan itu. Sekaligus bisa memperlihatkan, seberapa besar kemampuan kita berimajinasi.